Memotret Dieng dalam Kenangan Momen Terbaik 2018
Dwi Septiani
September 30, 2018
26 Comments
"Waktu kecil dulu, ibu sama bapak gak selalu bisa nemenin Mas dan Bayu jalan-jalan. Setiap tiba waktu liburan, kita berdua biasanya nginep di rumah Bu Sri, adik ibu. Besoknya diajak jalan, paling sering ke pantai. Berangkat pagi-pagi banget supaya pas sampe sana udaranya masih segar. Bu Sri kan guru, ada waktu liburnya. Kalo bapak sama ibu harus tetep jaga toko." Hening menyelimuti pembicaraan kami malam itu. Bukan sekali dua Mas Agung bernostalgia tentang masa kecilnya. Dan saya dengan senang hati menyediakan telinga untuk mendengar kisahnya.
"Pokoknya dulu tuh seneng banget kalo ibu dan bapak bisa meluangkan waktu untuk liburan."
Kulihat pandangannya semakin jauh.
"Kenapa Yah?"
"Hehe gapapa. Mas cuma keinget perjuangan ibu dan bapak dulu. Sekarang ini rasanya pengeen banget, ngajak ibu sama bapak jalan-jalan,
kemanaa gitu. Ke tempat yang belum pernah bapak sama ibu kunjungi, yang
kira-kira bakal bikin seneng. Apalagi sekarang udah ada Rania kan, pasti tambah seneng deh. Kapan-kapan ya, Nda..”
Ajakan itu tentu saja ku-iya-kan. Meski belum tahu kapan akan terlaksana. Seperti luluh hati ini melihat suami yang berwajah sangar namun berhati mawar. Uhuk.
***
Waktu berlalu sejak pembicaraan hari itu. Nyatanya, justru ibu yang berinisiatif lebih dulu untuk mengajak jalan-jalan keluarga. Kebetulan kami berdua sedang pulang kampung, Dik Bayu libur kuliah, bapak dan ibu juga memutuskan libur jaga toko. Tujuan kami adalah kawasan wisata di Dataran Tinggi Dieng. Sekitar lima jam perjalanan dari Jogjakarta. Sejak menjadi bagian dari keluarga besar di tahun 2014, ini adalah kali pertama saya bepergian jauh bersama ibu dan bapak.
Sepanjang perjalanan, kami sekeluarga sibuk bercengkerama. Ehm, mungkin lebih tepatnya makan cemilan, sambil mengobrol, hihi. Saya duduk di kursi paling belakang
bersama Rania yang tak henti berceloteh. Sebenarnya hari itu saya masih memiliki deadline tulisan yang belum diselesaikan. Jadi, sambil sesekali menanggapi, saya curi-curi waktu untuk mengetik. Target saya, tulisan harus selesai sebelum sampai Dieng, supaya bisa berlibur dengan tenang.
Jelang sholat jum’at kami sekeluarga sampai di Dataran Tinggi Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah. Miniatur surga dunia yang
terkenal dengan sebutan Negeri Di Atas Awan. Tak heran kawasan ini disebut sebagai "tempat bersemayam para dewa". Pemandangan indah berselimut kabut, ditambah hamparan pertanian yang subur dan legenda kutukan si rambut gimbal.
Segera sebelum naik ke atas, saya menekan tombol send. Alhamdulillah, tulisan sudah terkirim. Tujuan pertama kami adalah kawasan yang paling mudah dijangkau, yaitu Kawah Sikidang. Di tempat ini, kami disuguhi pemandangan lumpur panas meletup-letup dan asap putih pekat mengepul di udara. Sungguh background yang instagramable bukan? Banyak spot menarik yang bisa diabadikan. Siang itu udara sangat sejuk, namun matahari bersinar tak kalah terik. Berkali-kali saya mencari tempat yang bebas dari backlight untuk mendapatkan hasil foto yang optimal. Di tempat ini saya juga melihat bermacam-macam hasil bumi yang sebagian besar diantaranya merupakan tanaman khas Dieng, seperti carica, purwaceng atau ginseng jawa dan juga kentang merah, bahkan kentang ungu! Waw.
Puas mengeksplorasi Kawah Sikidang, kami berpindah tempat ke Telaga Warna. Hawa mistis sekaligus romantis sangat terasa begitu memasuki tempat ini. Air telaga yang tenang makin sempurna dengan guratan kabut pekat dan pepohonan rindang. Iya, saat itu kami memang salah memilih waktu. Pemandangan terbaik Telaga Warna seringkali terlihat di pagi atau siang hari. Saat telaga disinari terik panas matahari, dan airnya yang mengandung sulfur, bisa berubah warna menjadi hijau, kuning atau bahkan warna pelangi. Namun sungguh, itu sama sekali tidak mengurangi rasa takjub saya yang tak berhenti mengucap "Maasyaa Allah" saat mengagumi kecantikan Telaga Warna.
Pikiran saya otomatis sibuk mengatur angle foto. Namun sore itu, pengunjung masih sangat ramai dan kami harus mengantri untuk mendapatkan spot terbaik. Saya dan bapak akhirnya memutuskan untuk berjalan-jalan di tepi telaga terlebih dahulu. Mata saya menangkap objek cantik berupa aneka macam bunga di tempat ini. Decak kagum saya tak berhenti memandang berbagai warna-warni ciptaan Allah yang tumbuh disana, sambil terus mengambil foto dari berbagai posisi. Tiba-tiba, "Nda! Kosong Nda!" Suara suami dari kejauhan memanggil. Ohh, alhamdulillah, saya lekas berlari menghampiri suami dan mulai mengatur posisi. Tiba giliran kami untuk berfoto di tepian kayu Telaga Warna.
"Udah belum?"
"Bentar.."
"Lama amat."
Saya kadung tidak enak dengan pengunjung lain yang hyaampun tetiba banyak lagi yang berdatangan antri untuk foto.
"Hang nih.. gak bisa moto."
Arghh, saya memutuskan mundur dan menyilahkan pengunjung lain untuk foto lebih dulu.
"Kenapa Yah?"
"Memori hape Adek penuh nih.. Pasti foto yang kemarin-kemarin belum dipindahin deh.."
Hmmh, saya tersenyum miris karena sadar betul selama ini sering merepotkan suami perihal memindahkan file hape ke laptop. Ndilalah kok yaaa, pas lagi momen keluarga di tempat begini memorinya malah penuh. Memang harus rajin back up sendiri sih, huhuhu. Gerutu saya dalam hati.
Kunjungan ke Telaga Warna kami sudahi saat rintik-rintik hujan mulai turun. Sore itu langit memang terlihat mendung. Sebenarnya, saya masih sangat ingin berkunjung ke tempat wisata yang lain di sekitar situ, terutama Candi Dieng. Sejak dulu, saya memang hampir selalu tertarik dengan candi dan benda-benda purbakala. Namun, selain cuaca yang memang tidak memungkinkan, saya juga sebenarnya mulai kehilangan mood karena kejadian memori hape tadi.
Ditemani hujan yang semakin deras, perlahan kami turun dari kawasan Dataran Tinggi Dieng. Malam itu, kami menutup kebersamaan dengan semangkuk mie ongklok khas Dieng (ergh, suami dan adik saya nambah sampai dua mangkok sih). Sepanjang jalan Rania tidak berhenti membuat kami semua tertawa. Padahal malam semakin larut. Mungkin Rania tidak ingin kehilangan sedikitpun momen dengan tidur sebelum benar-benar sampai rumah. Celotehnya sanggup menemani adik saya yang menyetir sekian jam sampai kami semua selamat kembali sampai di rumah. Alhamdulillah, liburan keluarga hari itu perlahan mulai mencairkan suasana diantara kami. Sebuah perjalanan memang bisa merekatkan hati orang-orang yang melaluinya bersama. Ahh, entah kapan lagi bisa kembali kesana sekeluarga. Pikiran saya melayang jauh, namun hati kecil saya lalu tersenyum. Kemanapun tujuan kami berikutnya, yang paling penting adalah pergi bersama mereka yang tersayang.
In life, it's not where you go. It's who you travel with.
Hape Impian untuk Merekam Kenangan Bersama yang Tersayang
Bahagia kami hari itu, menjadi momen yang penuh kenangan di tahun ini. Pulang
kampung berikutnya, saya dan suami berencana gantian memilihkan tempat
untuk kami kunjungi sekeluarga. Mungkin tidak perlu jauh, asal bisa membuat kami tertawa lepas satu sama lain. Sebuah tempat yang tidak perlu berjalan menanjak lagi, mengingat kesehatan ibu yang kini sudah lebih cepat lelah. Sebuah tempat yang akan jadi kenangan manis kami berikutnya.
Saat menentukan tempat itu, yang juga akan paling saya
ingat adalah keharusan memiliki 'alat tempur' yang oke. Berupa smarttphone impian dengan performa
yang jauuh lebih baik dari yang saya miliki saat ini. Iya, karena saya ingin
menyimpan semua memori itu tidak hanya dalam bentuk
kenangan, tetapi juga dalam gambar atau video yang bisa kembali saya
ceritakan.
Dari perjalanan ke Dieng, saya mengambil banyak pelajaran sebagai bahan pertimbangan untuk memilih hape impian. Yang pasti, kamera harus bagus dengan kapasitas memori yang cukup besar. Tidak lemot, desain kece dan harga affordable (baca versi IRT irit: murah). Naluri ke-emak-emak-an saya tertuju pada hape Huawei Nova 3i yang ternyata bahkan memiliki spesifikasi lebih dari yang saya inginkan. Apa saja?
* Desain stylish dan mudah digenggam. Coba jawab, kita para wanita ini seringkali milih tampilan paling kece dulu atau spesifikasi paling oke? Kalau saya sih, jujur aja, pilih warna yang paling cute dulu baru belakangan nanya Spek-nya apa? hahaha. Huawei Nova 3i memiliki gradasi biru dan ungu yang super cantik. Mevvah saat pertama kali melihat. Enak dipandang dan bikin nyaman, tipikal wanita hape idaman banget kan?
* Huawei Nova 3i punya empat buah sensor kamera, dual kamera di bagian depan dan dual kamera di bagian belakang. Keempat kamera ini bisa menghasilkan efek bokeh tanpa harus edit snapseed, hehe. Kamera utama dibekali sensor 16 MP + 2 MP. Kamera depan bahkan memiliki sensor yang lebih besar, yaitu 24 MP + 2 MP, hingga membuat Huawei Nova 3i masuk dalam kategori selfie camera. Ugh, could i repeat selfie in Kawah Sikidang? Keunggulan ini ditambah lagi dengan adanya fitur Artificial Intelligence (AI) yang bisa secara otomatis menentukan mode terbaik saat kita akan memfoto sebuah objek. Juga High Dynamic Range (HDR) yang mampu menghasilkan gambar tetap optimal meski minim cahaya. Sungguh cocok bagi penyuka foto instan bagus layak upload dalam sekali jepret seperti saya.
* Kapasitas 128 GB! Paling besar di kelas smartphone mid-end saat ini. This is what i really love! Sudahlah jangan sampai kejadian mundur foto di Telaga Warna itu terulang kembali *cry*
* Dilengkapi dengan RAM sebesar 4 GB, sistem operasi android 8.1.0 Oreo terbaru dan prosesor Kirin 710. Yang saya tau, dengan kelengkapan seperti ini, Huawei Nova 3i memiliki performa yang baik, tidak lemot. Sangat tepat bagi freelancer yang harus mobile menyelesaikan pekerjaan disana-sini. Masih kurang? Hape impian ini juga dilengkapi dengan GPU Turbo untuk para pecinta gamers. Wah, Mas Agung nih yang hobi main football football apalah itu di hapenya. Pamer performa ahh, hihihi.
* Slot dual SIM yang keduanya berada di jaringan standby 4G. Sungguh surga bagi pecinta bonus kuota seperti saya yang SIM satunya suka diganti-ganti supaya paket data tetap ngebul.
* Layar lebar berukuran 6,3" dengan FullView display dilengkapi juga dengan fitur eye comfort. Saya optimis fitur ini akan mengurangi kejerengan mata saya saat harus mengetik blog dimana-mana lewat hape seperti saat dalam perjalanan menuju Dieng.
* Terdapat fitur Qmoji dan AR Stiker yang bisa membuat mimik wajah, gerakan dan suara-suara lucu penghibur bosan di perjalanan.
* Paling MURAH di kelasnya. Ya Allah.. MERDEKA dan MELEGAKAN banget gak sih begitu tahu informasi yang terakhir ini? hihihi.
Dengan sebegitu banyak kekecean yang sudah saya sebutkan di atas. Disempurnakan lagi dengan harga yang ramah di kantong, membuat saya FIXED memilih Huawei Nova 3i sebagai hape impian di tahun 2018. Sekaligus 'alat tempur' wajib yang akan saya bawa kemana-mana kelak saat merekam kenangan bersama mereka yang tersayang.
"Tulisan ini diikutsertakan dalam giveaway blog-nya Jiwo."