Visual, Auditori atau Kinestetik? Tiap Gaya Belajar Anak Butuh Stimulasi
Dwi Septiani
February 22, 2018
8 Comments
Aliran Rasa Game Level 4 Kelas Bunda Sayang Institut Ibu Profesional |
"Don't teach me, i love to learn."
Mengajari anak-anak bagaimana cara belajar jauh lebih berharga daripada mengajari mereka untuk sekedar mengingat sejumlah informasi. Proses belajar yang bermakna akan mempengaruhi segala aspek dalam perkembangan kehidupannya. Proses belajar yang menuntut anak-anak lebih aktif juga menumbuhkan karakteristik baru sebagai pembelajar.
Belajar merupakan fitrah setiap anak. Pun fitrah saya juga sebenarnya, as a human.
Masuk Game Level 4 Kelas Bunda Sayang Institut Ibu Profesional, saya harus menghilangkan paradigma bahwa "belajar" identik dengan seorang anak yang tekun membaca, berkutat dengan soal latihan dan mendapatkan nilai sempurna di kelas. "Belajar" nyatanya punya arti yang lebih luas dan bisa dilakukan dimana saja.
Jaman berubah dan akan terus berubah. Sudah saatnya para emaks mengubah paradigma baru di dunia pendidikan, agar tak ada lagi generasi "text book" cem jaman kita old dulu. Salah satu caranya adalah dengan mengikuti Kelas Bunda Sayang di Institut Ibu Profesional ini :D
Dalam proses belajar, ada yang disebut dengan gaya belajar. Setiap anak memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Jika diberikan strategi yang sesuai dengan gaya belajarnya, anak dapat berkembang dengan lebih baik.
Gaya belajar atau biasa disebut dengan modalitas belajar adalah cara informasi masuk ke dalam otak melalui indera yang kita miliki. Ada tiga macam modalitas belajar anak, yaitu visual, auditori dan kinestetik.
Visual, anak dengan gaya belajar visual (mata/penglihatan) seringkali harus melihat bahasa tubuh dan ekspresi gurunya/ibunya untuk mengerti materi pelajaran. Saat di kelas, anak-anak ini cenderung memilih untuk duduk di depan agar dapat melihat dengan jelas. Mereka berpikir dengan menggunakan gambar-gambar di otak mereka dan belajar dengan lebih cepat lewat tampilan-tampilan visual, seperti diagram, buku pelajaran bergambar dan video.
Auditori, adalah gaya belajar dengan cara mendengar. Anak auditori dapat mencerna makna yang disampaikan melalui tone suara, pitch (tinggi/rendahnya), kecepatan berbicara dan hal-hal auditori lainnya. Informasi tertulis terkadang mempunyai makna yang minim bagi anak auditori dibandingkan dengan mendengarkannya. Anak-anak seperti ini biasanya menghapal lebih cepat dengan membaca teks keras-keras dan mendengarkan kaset.
Kinestetik, anak yang mempunyai gaya belajar tipe ini belajar dengan cara bergerak, menyentuh dan melakukan. Cenderung sulit untuk duduk diam berjam-jam karena keinginan mereka untuk beraktifitas dan eksplorasi sangatlah kuat.
Kenali gaya belajar anak. Visual, auditori atau kinestetik? Sumber gambar: Kelas Bunda Sayang |
Game Level 4 Kelas Bunda Sayang kali ini adalah... mengamati gaya belajar anak.
Karena anak baru satu, otomatis saya memilih Rania sebagai objek. Untuk peserta yang belum menikah, bisa diganti dengan mengamati diri sendiri. Sedangkan untuk yang sudah menikah tetapi belum memiliki anak, bisa mengamati pasangan.
Dalam game kali ini, kami diminta untuk melakukan stimulasi masing-masing gaya belajar, mengamati dan mendokumentasikannya. Tujuan dari pengamatan ini adalah untuk mengetahui mana gaya belajar yang lebih dominan. Tentu menyenangkan saat kita bisa menemukan gaya belajar anak dan memaksimalkan kecerdasan yang dimilikinya.
Saya melakukan pengamatan selama 10 hari. Belum bisa berturut-turut sih, tapi rasanya cukuplah untuk melihat gaya belajar Rania di usia 2 tahun 9 bulan ini. Kegiatan pengamatan ini saya dokumentasikan di akun instagram pribadi saya @dwiseptiani.dwi
Hari pertama
Rania kami ajak melihat gerhana bulan secara langsung di pelataran kampus ITERA. Awalnya, kami sekeluarga ingin ikut meneropong, tetapi karena suami baru pulang kerja lepas maghrib, jadilah kami terlambat datang kesana. Maka stimulasi kinestetik saya ambil dari sholat gerhana berjamaah. Saya menjelaskan tentang gerhana bulan dalam bahasa yang sederhana dan alasan mengapa malam itu kami melakukan sholat gerhana. Game hari pertama ini sekaligus saya gunakan untuk semakin mengenalkan Rania dengan Yang Maha Menciptakan.
Hari kedua
Rania saya ajak untuk mendengarkan lagu daerah dan lagu kebangsaan. Awalnya, saya mencontohkan gerakan mengikuti irama lagu dan Rania mengikutinya. Tapi beberapa menit kemudian, dia sudah punya style sendiri. Ajaibnya, gerakan itu sesuai dengan irama lagu. Melenggak-lenggok saat mendengar Ampar-Ampar Pisang dan tangan kaki mengepal ala-ala latihan PBB saat mengikuti lagu Berkibarlah Benderaku. Sedang asik bergerak, musik saya matikan. Rania otomatis berhenti dan bertanya-tanya. Masuk instruksi tambahan untuk variasi permainan. Saat volume dikecilkan, Rania saya minta untuk tepuk tangan dan saat volume dinaikkan, Rania saya minta untuk loncat.
Hari ketiga
Selama ini Rania hanya membaca dari buku anak tentang dokter gigi. Hari itu, Rania berkesempatan menemani saya melakukan perawatan gigi. Memegang karet behel, melihat dokter berjas putih, mengamati saat mulut saya dibuka lalu disenter dan memperhatikan kursi periksa yang bisa dinaikturunkan :D
Hari keempat
Permainan ini terinspirasi dari buku Montessori di Rumah. Anak diminta untuk membersihkan dan memindahkan telur dari satu wadah ke wadah lainnya. Tujuannya adalah untuk mengasah kepekaan anak, memahami tentang benda yang mudah pecah/rapuh dan melatih kesabaran.
Membersihkan dan memindahkan telur dari satu wadah ke wadah lainnya |
Hari kelima
Karena Rania termasuk yang susah sekali diajak potong kuku, hari itu kami bermain potong kuku dengan replika tangan dari kardus. Rania yang menggunting kukunya langsung sembari mendengarkan penjelasan saya kalau kuku yang tidak dipotong itu bisa menjadi sarang kuman dan rumah syaithan.
Bermain potong kuku dengan replika tangan |
Hari keenam
Stimulasi yang mudah dilakukan di rumah untuk mengembangkan imajinasi visualnya. Sebenarnya bisa menggunakan media cat air atau pensil warna. Tapi hari itu Rania sendiri yang meminta untuk bermain dengan pewarna makanan yang ada di dapur :D
Baca: Selebrasi 2 Tahun AIMI Lampung, dr Tan Shot Yen: Jangan Jadi Ibu Micin Pencetak Generasi Micin
Hari ketujuh
Saya mengajari Rania lagu "Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum'at, Sabtu, Minggu, itu nama-nama hari.." untuk mengenal konsep waktu. Terlebih akhir-akhir ini Rania sering gak sabar menunggu weekend sama seperti mamaknya yang juga kebelet me time XD
Hari kedelapan
Hari itu kami dalam perjalanan pulang kampung. Jadi saya menstimulasi Rania untuk bermain di playground kecil-kecilan milik ruang tunggu bandara. Di pengamatan hari kedelapan ini, kelihatan sekali bahwa gaya belajar yang menonjol dari Rania adalah visual. Karena di sela-sela bermain, Rania banyak duduk dan mengamati anak-anak lain.
Hari kesembilan
Aktivitas stimulasi: Mengenal Buah-Buahan di Hortimart Agro Center. Gaya Belajar: Visual, kinestetik
Rania bisa melihat secara langsung pohon dan hasil panen buah-buahan di Hortimart Agro Center. Durian dengan ukuran super besar menjadi buah yang paling menarik untuk Rania hari itu.
Durian yang menarik perhatian Rania :D |
Hari kesepuluh
Karena masih dalam rangka pulang kampung dan jalan-jalan, kami mengunjungi Kebun Binatang Gembira Loka. Disana Rania naik gajah dan memegang telinganya secara langsung. She was very excited. Saya gak nyangka ternyata dia berani, soalnya saya geli sih klo disuruh pegang langsung, hihihi. Di kebun binatang juga Rania mendengar bermacam-macam suara hewan. "Suara apa itu Nak?" Banyak suara yang belum Rania tau rupanya :D Yang paling out of the box adalah saat Rania melihat kura-kura makan sayur. "Nda, kura-kuranya makan sayur. Biar lancar ee*nya." HAHAHA, *mamak mbayangin kura-kura sembelit* XD warbyasak anak Bunda! fokus pada solusi wkwkwk.
Naik gajah di Kebun Binatang Gembira Loka |
Jadi, Visual, Auditori atau Kinestetik?
Dari sepuluh hari pengamatan tersebut, gaya belajar Rania cenderung didominasi oleh gaya belajar visual. Dibandingkan anak lain yang seusianya, Rania tergolong anak yang anteng dan tidak terlalu banyak bergerak. Tapi soal suara jangan ditanya, Rania hobi menjerit melengking-lengking menarik perhatian, haha. Matanya seringkali fokus memperhatikan, terutama saat mengenali lingkungan baru. Contohnya ketika bermain di playground. Rania lebih suka mengamati anak-anak lain, baru kemudian ikut bermain.
Rania juga seringkali menyampaikan suatu informasi berdasarkan apa yang dilihatnya. Seperti saat melihat gerhana bulan. Rania menceritakan bulan tertutup awan dan gelap. Pun saat membaca buku bersama, biasanya Rania lebih tertarik membahas gambar daripada mendengarkan saya bercerita :D
Selain itu, Rania tidak begitu tertarik dengan aktivitas fisik seperti berlarian kesana kemari, panjat-memanjat atau loncat-loncatan. Disinilah PR saya, untuk lebih sering lagi menstimulasi motorik kasarnya dan memberi waktu untuk bermain di luar ruangan.
Tentu sebenarnya masih terlalu dini untuk menyimpulkan hal tersebut, mengingat usia Rania yang baru 2 tahun 9 bulan. Dominasi gaya belajar bisa saja berubah seiring dengan pertambahan usianya. Namun pengamatan singkat ini sangat berguna sebagai langkah awal saya merencanakan berbagai kegiatan belajar di rumah kedepannya.
Tugas kita sebagai orang tua adalah terus mendampingi anak untuk belajar. Mengamati rasa ingin tahu dan imajinasinya yang terus berkembang. Memancing mereka menemukan "Aha! moment", yaitu teriakan yang berarti "aha! aku tahu sekarang" atau ekspresi lain yang menunjukkan kebinaran matanya selama belajar. Lalu mengarahkan proses belajar anak untuk semakin meningkatkan akhlak mulianya.